Indonesia mempunyai 92 Pulau-pulau Kecil Terluar
(PPKT). Pulau ini merupakan aset bangsa yang tidak ternilai harganya.
Selain memiliki nilai politik dan kedaulatan, juga mengandung potensi
ekonomi yang besar. Karena itu, strategi pengelolaan PPKT menggunakan
dua pendekatan yakni pendekatan kedaulatan dan pendekatan kesejahteraan.
Sehingga pengelolaan pulau terdepan/terluar selain diharapkan dapat
memperkuat integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Demikian ditegaskan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip
Sutardjo, pada acara launching buku "Manikam Biru di Pagar Nusantara" di
Jakarta, Jumat (4/4).
Dari
92 PPKT tersebut, pulau yang berpenduduk berjumlah 31 pulau dan yang
tidak berpenduduk terdapat 61 pulau. Karena terletak di garis depan
wilayah Indonesia, di PPKT ini terdapat titik-titik dasar koordinat
geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan yang berada di
20 provinsi dan berbatasan langsung dengan dengan 10 negara tetangga.
Negara tersebut adalah Philipina, Malaysia, Singapore, India, Australia,
Timor Leste, Palau, Vietnam, Papua Nugini, dan Thailand. Apabila salah
satu pulau ini hilang, maka luas wilayah kedaulatan laut RI akan
berkurang. “Untuk itu, pemerintah berkewajiban menjaga eksistensi
wilayahnya dan juga mempunyai hak untuk mengelola dan memanfaatkan
potensi sumberdaya yang ada di wilayahnya, sesuai dengan hukum nasional
dan internasional,” tegas Sharif.
Sharif
menandaskan, dengan mempertimbangkan peran strategis PPKT tersebut dan
pembelajaran dari kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan ke
Malaysia, maka pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 78
Tahun 2005 tentang pengelolaan PPKT. Tujuannya tidak lain, pertama,
menjaga keutuhan wilayah NKRI, keamanan nasional, pertahanan negara dan
bangsa serta menciptakan stabilitas kawasan. Kedua, memanfaatkan
sumberdaya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan. Ketiga,
memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat yang tinggal di dalamnya. “Melalui strategi pengelolaan PPKT
tersebut, ibarat pepatah sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.
Dengan kata lain, sembari menegakkan pagar nusantara, kita menebar benih
untuk kesejahteraan rakyat,” ujarnya.
Dalam
Perpres tersebut, kelembagaan pengelolaan PPKT dikoordinasikan Menko
Polhukam sebagai ketua, dibantu Menteri Kelautan dan Perikanan sebagai
Wakil Ketua I serta Menteri Dalam Negeri sebagai Wakil Ketua II dan
beranggotakan 17 Kementerian/Lembaga.
Sharif mengatakan, Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) sebagai negara kepulauan atau archipelagic state yang berwawasan
nusantara, mempunyai batas wilayah laut yang mengacu UNCLOS (United
Nations Convension on the Law of the Sea) tahun 1982. Kemudian oleh
Pemerintah Indonesia diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985 tentang
pengesahan UNCLOS. "Dengan UU ini, Indonesia menegaskan sebagai negara
yang berdaulat atas wilayahnya, baik darat dan laut," tegasnya.
Sharif
menambahkan, pondasi hukum pengelolaan PPKT sebagai beranda depan NKRI,
kian diperkuat menyusul diundangkannya UU No.27 Tahun 2007 Tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil jo UU No 1 Tahun 2014
tentang perubahan U No 27 Tahun 2007, dan Peraturan Pemerintah No.62
Tahun 2010 tentang Pemanfaatan PPKT. "Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 62 tahun 2010, pemanfaatan PPKT hanya dapat dilakukan untuk
pertahanan dan kemanan, kesejahteraan masyarakat, seperti usaha-usaha
kelautan dan perikanan, ekowisata bahari, pendidikan dan penelitian,
serta untuk pelestarian lingkungan, seperti penetapan sebagai kawasan
lindung. Masyarakat tentu memiliki hak untuk bisa memanfaatkan
pulau-pulau tersebut, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 62 tahun 2010," tandas Sharif.
Jiwa Nasionalisme
Menurut
Sharif, buku "Manikam Biru di Pagar Nusantara" yang diprakarsai
Direktorat Jenderal KP3K, merupakan bagian penting dari strategi
pengelolaan PPKT. Buku ini adalah buku yang mendokumentasikan Pulau-Pulau Kecil Terluar
(PPKT) dengan sangat baik, ringkas dan informatif serta menggunakan
bahasa populer yang mudah dimengerti masyarakat umum. Buku ini memang
baru merekam 29 PPKT tidak berpenghuni di bagian barat Indonesia, dari
92 pulau yang teridentifikasi sebagai PPKT. Namun buku ini diharapkan
bisa menjadi sumber informasi yang penting bagi masyarakat dan stake
holder lainnya untuk mengetahui kondisi terkini dan sebenarnya dari
titik acuan batas laut territorial Indonesia. “Saya berharap buku ini
dapat disebarluaskan ke segenap lapisan masyarakat, sehingga akan
memperkaya Pengetahuan sekaligus menumbuhkan jiwa nasionalisme,”
ujarnya.
Penerbitan
buku "Manikam Biru di Pagar Nusantara” adalah bagian dari serangkaian
upaya pemerintah untuk mengajak semua pihak, khususnya masyarakat untuk
menjaga PPKT. Apalagi keberadaan pulau-pulau kecil terluar ini sangatlah
penting karena boleh dianggap sebagai pagar atau benteng dari NKRI.
Untuk itu, menjaganya adalah harga mati. Pemerintah sendiri terus
mengupayakan pembangunan di sana, mulai dari pembangunan infrastruktur
dasar, memberdayakan masyarakat di sana dan membangun pos-pos TNI. Ini
penting karena kalau pulau-pulau kecil terluar itu hilang, berarti luas
wilayah Indonesia akan berkurang. “Secara otomatis, titik terluar akan
menyesuaikan dengan pulau lain yang sebelumnya berada di belakang pulau
tersebut,” katanya.
Jakarta, 4 April 2014
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
Pelaksana Tugas
Anang Noegroho
--
Pusat Data Statistik dan Informasi
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Gedung Mina Bahari I lantai 3A
JL. Medan Merdeka Timur No.16
Jakarta Pusat 10110
Telp. (021) 3519070 ext. 7440
Fax. (021) 3519133
Sumber Link :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar