Minggu, 06 April 2014

Pengelolaan Pulau Terdepan PerkuatIn Tegritas Wilayah

Indonesia mempunyai 92 Pulau-pulau Kecil Terluar (PPKT). Pulau ini merupakan aset bangsa yang tidak ternilai harganya.  Selain memiliki nilai politik dan kedaulatan, juga mengandung potensi ekonomi yang besar. Karena itu, strategi pengelolaan PPKT menggunakan dua pendekatan yakni pendekatan kedaulatan dan pendekatan kesejahteraan. Sehingga pengelolaan pulau terdepan/terluar selain diharapkan dapat memperkuat integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Demikian ditegaskan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo, pada acara launching buku "Manikam Biru di Pagar Nusantara" di Jakarta, Jumat (4/4).

Dari  92 PPKT tersebut,  pulau yang berpenduduk  berjumlah 31 pulau dan yang  tidak berpenduduk  terdapat 61 pulau. Karena terletak di garis depan wilayah Indonesia, di PPKT ini terdapat titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan yang berada di 20 provinsi dan berbatasan langsung dengan dengan 10 negara tetangga. Negara tersebut adalah Philipina, Malaysia, Singapore, India, Australia, Timor Leste, Palau, Vietnam, Papua Nugini, dan Thailand.  Apabila salah satu pulau ini hilang, maka luas wilayah kedaulatan laut RI akan berkurang. “Untuk itu, pemerintah berkewajiban menjaga eksistensi wilayahnya dan juga mempunyai hak untuk mengelola dan memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada di wilayahnya, sesuai dengan hukum nasional dan internasional,” tegas Sharif.

Sharif menandaskan, dengan mempertimbangkan peran strategis PPKT tersebut dan pembelajaran dari kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan ke Malaysia, maka pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2005 tentang pengelolaan PPKT. Tujuannya tidak lain, pertama, menjaga keutuhan wilayah NKRI, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa serta menciptakan stabilitas kawasan. Kedua, memanfaatkan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan. Ketiga, memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalamnya. “Melalui strategi pengelolaan PPKT tersebut, ibarat pepatah sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Dengan kata lain, sembari menegakkan pagar nusantara, kita menebar benih untuk kesejahteraan rakyat,” ujarnya.

Dalam Perpres tersebut, kelembagaan pengelolaan PPKT dikoordinasikan Menko Polhukam sebagai ketua, dibantu Menteri Kelautan dan Perikanan sebagai Wakil Ketua I serta Menteri Dalam Negeri sebagai Wakil Ketua II dan beranggotakan 17 Kementerian/Lembaga.

Sharif mengatakan, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara kepulauan atau archipelagic state yang berwawasan nusantara, mempunyai batas wilayah laut yang mengacu UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the Sea) tahun 1982. Kemudian oleh Pemerintah Indonesia diratifikasi  dengan UU No. 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS. "Dengan UU ini, Indonesia menegaskan sebagai negara yang berdaulat atas wilayahnya, baik darat dan laut," tegasnya.  

Sharif menambahkan, pondasi hukum pengelolaan PPKT sebagai beranda depan NKRI, kian diperkuat menyusul diundangkannya UU No.27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil jo UU No 1 Tahun 2014 tentang perubahan U No 27 Tahun 2007, dan Peraturan Pemerintah No.62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan PPKT. "Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 2010, pemanfaatan PPKT hanya dapat dilakukan untuk pertahanan dan kemanan, kesejahteraan masyarakat, seperti usaha-usaha kelautan dan perikanan, ekowisata bahari, pendidikan dan penelitian, serta untuk pelestarian lingkungan, seperti penetapan sebagai kawasan lindung. Masyarakat tentu memiliki hak untuk bisa memanfaatkan pulau-pulau tersebut, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 2010," tandas Sharif.

 

Jiwa Nasionalisme

Menurut Sharif, buku "Manikam Biru di Pagar Nusantara" yang diprakarsai Direktorat Jenderal KP3K, merupakan bagian penting dari strategi pengelolaan PPKT. Buku ini adalah buku yang mendokumentasikan Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) dengan sangat baik, ringkas dan informatif serta menggunakan bahasa populer yang mudah dimengerti masyarakat umum. Buku ini memang baru merekam 29 PPKT tidak berpenghuni di bagian barat Indonesia, dari 92 pulau yang teridentifikasi sebagai PPKT. Namun buku ini diharapkan bisa menjadi sumber informasi yang penting bagi masyarakat dan stake holder lainnya untuk mengetahui kondisi terkini dan sebenarnya dari titik acuan batas laut territorial Indonesia. “Saya berharap buku ini dapat disebarluaskan ke segenap lapisan masyarakat, sehingga akan memperkaya Pengetahuan sekaligus menumbuhkan jiwa nasionalisme,” ujarnya.

Penerbitan buku "Manikam Biru di Pagar Nusantara” adalah bagian dari serangkaian upaya pemerintah untuk mengajak semua pihak, khususnya masyarakat untuk menjaga PPKT. Apalagi keberadaan pulau-pulau kecil terluar ini sangatlah penting karena boleh dianggap sebagai pagar atau benteng dari NKRI. Untuk itu, menjaganya adalah harga mati. Pemerintah sendiri terus mengupayakan pembangunan di sana, mulai dari pembangunan infrastruktur dasar, memberdayakan masyarakat di sana dan membangun pos-pos TNI. Ini penting karena kalau pulau-pulau kecil terluar itu hilang, berarti luas wilayah Indonesia akan berkurang. “Secara otomatis, titik terluar akan menyesuaikan dengan pulau lain yang sebelumnya berada di belakang pulau tersebut,” katanya.

 
 Jakarta,  4  April  2014
 
 Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
 Pelaksana Tugas

 
 Anang Noegroho

-- 
Pusat Data Statistik dan Informasi
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Gedung Mina Bahari I lantai 3A
JL. Medan Merdeka Timur No.16
Jakarta Pusat 10110
Telp. (021) 3519070 ext. 7440
Fax. (021) 3519133
Sumber Link :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar